Review tentang Film Interstellar (2014)
Interstellar sendiri saya ketahui juga dari seorang teman–bukan orang
yang sama–ketika sedang ngobrol ngalor ngidul dari masalah kerjaan
sampai samurai. Pada saat itu saya langsung penasaran dengan film ini
karena menurut saya Inception dan The Dark Knight adalah sebuah
mahakarya yang brilian. Ketika melihat trailernya di youtube, saya hanya
bisa menebak-nebak nanti filmnya seperti apa, agak gambling juga karena
menurut teman lama, film yang trailernya tidak jelas biasanya bagus,
jadi saya merasa film ini entah akan jadi bagus sekali atau jelek sekali
tergantung ceritanya akan kacangan seperti 2012 atau tidak. Tapi disini
kita membicarakan sebuah karya Christopher Nolan, yang ide berceritanya
ada di papan atas, paling tidak begitu kata fans fanatiknya. Menurut
saya secara sederhana film ini bercerita tentang sifat dasar manusia
untuk bertahan hidup, disertai dengan efek kamera dan ide tentang ruang
berdimensi banyak.
Interstellar berlatar belakang ketika bumi sudah mulai kekurangan bahan pangan, ketika lahan sudah mulai rusak dan tidak bisa dipakai lagi untuk bercocok tanam. Seorang veteran pilot NASA bernama Cooper harus meninggalkan keluarganya untuk terbang mencari planet baru yang dapat dihidupi. Dalam misi-nya tersebut, Cooper ditemani oleh ilmuwan NASA lainnya Prof. Amelia Brand, Romilly, dan robot kotak bernama TARS. Sepertinya ada lagi ilmuwan yang ikut namun saya lupa namanya, yang saya ingat dia mati terseret ombak besar di planet pertama. Misi tersebut memakan waktu bertahun-tahun sampai pada akhirnya ketika Cooper kembali ke bumi, anak perempuannya sudah menjadi nenek-nenek.
Plot dasarnya seperti itu, tapi kenapa anak perempuannya sudah menjadi nenek-nenek ketika Cooper kembali ke bumi, jawabannya adalah teori relativitas waktu. This film is not for the faint of heart. Bukan maksu dnya film ini horor, tapi film ini cukup berat dengan tema kuantum fisika yang dibawakan. Dengan durasi hampir 3 jam dan membahas teori relativitas, sepertinya jika Anda biasa menonton film untuk hiburan, film ini bukan hiburan seperti yang Anda bayangkan. Tapi jika Anda seperti saya yang sangat menyukai angkasa raya termasuk material dan teori-teorinya, mungkin Anda merasa film ini terasa kurang lama untuk menjelaskan teori-teori tersebut dengan utuh. Jika demikian, saya juga bingung kenapa nilai fisika saya selalu dibawah rata-rata kelas ketika masih sekolah dulu.
Yang membuat saya terkagum-kagum dengan film ini adalah penggarapan efek di luar angkasa-nya yang katanya dibuat presisi dengan rumus-rumus asli yang saya sendiri pasti muntah melihatnya. Dengan tingkat keseriusan seperti itu, tidak heran hasil dari penafsiran dari wormhole begitu nyata. Apa itu wormhole? Di film-nya sendiri sebenarnya sudah dijelaskan. Jika kamu mau menghubungkan titik A dengan titik B, selain dengan menarik garis antara keduanya, cara yang lebih cepat bisa dilakukan dengan melipat kertas dan menempelkan titik itu satu sama lain. Dengan begitu A dan B tidak terlihat berjarak lagi dan tempelan titik A dan titik B itu lah yang disebut dengan wormhole. Teori-nya ruang angkasa itu selalu memuai, jadi wajar saja jika memang betul ada wormhole di suatu sisi di sudut angkasa raya sana. Dengan penggarapan yang super detail seperti itu, kabarnya pembuatan film ini juga menghasilkan 2 paper science; untuk fisika dan untuk perfilman.
Satu lagi yang membuat saya sampai menganga adalah definisi dan penggambaran dari ruang berdimensi lebih. Kita hidup di dunia 3 dimensi, dengan panjang-lebar-tinggi, dengan dimensi yang ke-4 yaitu waktu. Film ini memberikan penggambaran ruang 4 dimensi sebagai ruang 3 dimensi. Eh, gimana? Yang saya bayangkan, 1 dimensi adalah jika kamu menarik garis antara 2 titik. Lalu 2 dimensi adalah ketika 2 garis paralel dihubungkan dengan garis. Lalu 3 dimensi adalah ketika 2 bidang datar paralel saling dihubungkan. Lalu ketika 2 ruang paralel dihubungkan, maka jadilah 4 dimensi. Bingung? Awalnya saya juga bingung, tapi ruang 4 dimensi yang disajikan di film ini begitu masuk akal, sehingga jika kita menganggap dimensi ke-4 adalah waktu, maka ruang-ruang 3 dimensi yang banyak itu adalah dunia seperti biasa, yang disusun paralel dengan waktu sebagai penghubungnya. Mungkin pernah dengar teori tentang dunia paralel. Yaitu kemungkinan terciptanya satu dunia lain, dengan keadaan berbeda, jika saja kita memilih pilihan B ketimbang pilihan A. Jika dengan mengikuti teori tersebut, saya percaya kalau memang angkasa raya itu memang pasti selalu memuai menjadi lebih luas.
Baik, lupakan tentang teori kuantum fisika, mari kita kembali ke film. Buat saya, bintang utama di film ini bukanlah Cooper yang diperankan oleh Matthew McConaughey, melainkan TARS. Robot besi kotak dengan tingkat humor 85% dan kejujuran 90% ini sungguh menarik perhatian saya. TARS adalah co-pilot pesawat Ranger yang walaupun kotak dia dapat berjalan dan lari dengan mudah. Bentuknya seperti mainan uler-uleran jaman SD yang bisa dilipat-lipat. TARS mengingatkan saya pada Baymax. Jika Baymax adalah personal healthcare assistance, maka TARS adalah journey assistance. TARS adalah super computer yang dapat menghitung rumus tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam blackhole dan diterjemahkan dalam bentuk kode morse. Kalau saya, pengetahuan kode morse hanya sebatas SOS saja (…—…). TARS tidak sendiri, TARS juga punya teman bernama CASE yang tinggal di space station dan KIPP yang ikut pergi bersama Dr. Mann ke planet di dekat blackhole itu. TARS, CASE dan KIPP adalah robot berbentuk sama dan saling mengenal satu sama lain layaknya kawan lama.
Saya mengagumi Christopher Nolan sejak The Dark Knight, namun saya juga tidak menyukai film dengan jalan cerita yang terasa lompat-lompat. Di film ini, ada beberapa lubang yang sebenarnya membuat tanda tanya dan terkesan tidak masuk akal. Contohnya ketika Cooper tiba-tiba pergi meninggalkan keluarganya untuk bertahun-tahun tanpa ada kemungkinan untuk kembali, rasanya hal tersebut diputuskan seperti kita memilih mau makan eskrim rasa straciatella atau rasa hazelnut, yang buat saya langsung tanpa pikir panjang memilih rasa straciatella. Ketika bertemu dengan teman-teman di NASA waktu dulu, dan ditampilkan dengan kemungkinan untuk menemukan planet baru, tiba-tiba keesokan harinya Cooper langsung pergi untuk menjadi pilot. Rasanya jika ada sedikit konflik batin akan menjadi lebih baik lagi, disitu jalan cerita seakan dipercepat dengan kecepatan cahaya untuk langsung lompat ke hyperspace dan dialog tentang kuantum fisika mengenai gravitasi dan sebagainya dapat ditampilkan dengan baik.
Jika kawan yang menyarankan agar menonton di Imax tersebut memberi nilai 9, yang sebagian besar karena kefanatikannya pada Christopher Nolan, untuk film ini saya beri nilai 8. Nilai tersebut untuk ide brilian tentang luar angkasa dan apa yang terjadi di dalamnya dan untuk penafsiran dan penggambaran pada ruang berdimensi tinggi yang saya hanya bisa membayangkan dari rumus klasifikasi bernama Support Vector Machine. Jikalau saja Nolan sedikit tidak mempercepat cerita di awal saya akan lebih menyukai film ini. Tapi terlepas dari itu, durasi hampir 3 jam sama sekali tidak membuat saya bosan. Film ini adalah film yang berat, jika Anda tidak terbiasa menonton film seperti ini dan hanya mau ikut-ikutan trend saja, lebih baik tunggu sampai versi BluRay-nya keluar. Jika tidak, mungkin Anda akan sibuk dengan smartphone Anda seperti orang yang saya timpuk pakai napkin ketika layar smartphone-nya terus menyala sepanjang film.
Interstellar berlatar belakang ketika bumi sudah mulai kekurangan bahan pangan, ketika lahan sudah mulai rusak dan tidak bisa dipakai lagi untuk bercocok tanam. Seorang veteran pilot NASA bernama Cooper harus meninggalkan keluarganya untuk terbang mencari planet baru yang dapat dihidupi. Dalam misi-nya tersebut, Cooper ditemani oleh ilmuwan NASA lainnya Prof. Amelia Brand, Romilly, dan robot kotak bernama TARS. Sepertinya ada lagi ilmuwan yang ikut namun saya lupa namanya, yang saya ingat dia mati terseret ombak besar di planet pertama. Misi tersebut memakan waktu bertahun-tahun sampai pada akhirnya ketika Cooper kembali ke bumi, anak perempuannya sudah menjadi nenek-nenek.
Plot dasarnya seperti itu, tapi kenapa anak perempuannya sudah menjadi nenek-nenek ketika Cooper kembali ke bumi, jawabannya adalah teori relativitas waktu. This film is not for the faint of heart. Bukan maksu dnya film ini horor, tapi film ini cukup berat dengan tema kuantum fisika yang dibawakan. Dengan durasi hampir 3 jam dan membahas teori relativitas, sepertinya jika Anda biasa menonton film untuk hiburan, film ini bukan hiburan seperti yang Anda bayangkan. Tapi jika Anda seperti saya yang sangat menyukai angkasa raya termasuk material dan teori-teorinya, mungkin Anda merasa film ini terasa kurang lama untuk menjelaskan teori-teori tersebut dengan utuh. Jika demikian, saya juga bingung kenapa nilai fisika saya selalu dibawah rata-rata kelas ketika masih sekolah dulu.
Yang membuat saya terkagum-kagum dengan film ini adalah penggarapan efek di luar angkasa-nya yang katanya dibuat presisi dengan rumus-rumus asli yang saya sendiri pasti muntah melihatnya. Dengan tingkat keseriusan seperti itu, tidak heran hasil dari penafsiran dari wormhole begitu nyata. Apa itu wormhole? Di film-nya sendiri sebenarnya sudah dijelaskan. Jika kamu mau menghubungkan titik A dengan titik B, selain dengan menarik garis antara keduanya, cara yang lebih cepat bisa dilakukan dengan melipat kertas dan menempelkan titik itu satu sama lain. Dengan begitu A dan B tidak terlihat berjarak lagi dan tempelan titik A dan titik B itu lah yang disebut dengan wormhole. Teori-nya ruang angkasa itu selalu memuai, jadi wajar saja jika memang betul ada wormhole di suatu sisi di sudut angkasa raya sana. Dengan penggarapan yang super detail seperti itu, kabarnya pembuatan film ini juga menghasilkan 2 paper science; untuk fisika dan untuk perfilman.
Satu lagi yang membuat saya sampai menganga adalah definisi dan penggambaran dari ruang berdimensi lebih. Kita hidup di dunia 3 dimensi, dengan panjang-lebar-tinggi, dengan dimensi yang ke-4 yaitu waktu. Film ini memberikan penggambaran ruang 4 dimensi sebagai ruang 3 dimensi. Eh, gimana? Yang saya bayangkan, 1 dimensi adalah jika kamu menarik garis antara 2 titik. Lalu 2 dimensi adalah ketika 2 garis paralel dihubungkan dengan garis. Lalu 3 dimensi adalah ketika 2 bidang datar paralel saling dihubungkan. Lalu ketika 2 ruang paralel dihubungkan, maka jadilah 4 dimensi. Bingung? Awalnya saya juga bingung, tapi ruang 4 dimensi yang disajikan di film ini begitu masuk akal, sehingga jika kita menganggap dimensi ke-4 adalah waktu, maka ruang-ruang 3 dimensi yang banyak itu adalah dunia seperti biasa, yang disusun paralel dengan waktu sebagai penghubungnya. Mungkin pernah dengar teori tentang dunia paralel. Yaitu kemungkinan terciptanya satu dunia lain, dengan keadaan berbeda, jika saja kita memilih pilihan B ketimbang pilihan A. Jika dengan mengikuti teori tersebut, saya percaya kalau memang angkasa raya itu memang pasti selalu memuai menjadi lebih luas.
Baik, lupakan tentang teori kuantum fisika, mari kita kembali ke film. Buat saya, bintang utama di film ini bukanlah Cooper yang diperankan oleh Matthew McConaughey, melainkan TARS. Robot besi kotak dengan tingkat humor 85% dan kejujuran 90% ini sungguh menarik perhatian saya. TARS adalah co-pilot pesawat Ranger yang walaupun kotak dia dapat berjalan dan lari dengan mudah. Bentuknya seperti mainan uler-uleran jaman SD yang bisa dilipat-lipat. TARS mengingatkan saya pada Baymax. Jika Baymax adalah personal healthcare assistance, maka TARS adalah journey assistance. TARS adalah super computer yang dapat menghitung rumus tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam blackhole dan diterjemahkan dalam bentuk kode morse. Kalau saya, pengetahuan kode morse hanya sebatas SOS saja (…—…). TARS tidak sendiri, TARS juga punya teman bernama CASE yang tinggal di space station dan KIPP yang ikut pergi bersama Dr. Mann ke planet di dekat blackhole itu. TARS, CASE dan KIPP adalah robot berbentuk sama dan saling mengenal satu sama lain layaknya kawan lama.
Saya mengagumi Christopher Nolan sejak The Dark Knight, namun saya juga tidak menyukai film dengan jalan cerita yang terasa lompat-lompat. Di film ini, ada beberapa lubang yang sebenarnya membuat tanda tanya dan terkesan tidak masuk akal. Contohnya ketika Cooper tiba-tiba pergi meninggalkan keluarganya untuk bertahun-tahun tanpa ada kemungkinan untuk kembali, rasanya hal tersebut diputuskan seperti kita memilih mau makan eskrim rasa straciatella atau rasa hazelnut, yang buat saya langsung tanpa pikir panjang memilih rasa straciatella. Ketika bertemu dengan teman-teman di NASA waktu dulu, dan ditampilkan dengan kemungkinan untuk menemukan planet baru, tiba-tiba keesokan harinya Cooper langsung pergi untuk menjadi pilot. Rasanya jika ada sedikit konflik batin akan menjadi lebih baik lagi, disitu jalan cerita seakan dipercepat dengan kecepatan cahaya untuk langsung lompat ke hyperspace dan dialog tentang kuantum fisika mengenai gravitasi dan sebagainya dapat ditampilkan dengan baik.
Jika kawan yang menyarankan agar menonton di Imax tersebut memberi nilai 9, yang sebagian besar karena kefanatikannya pada Christopher Nolan, untuk film ini saya beri nilai 8. Nilai tersebut untuk ide brilian tentang luar angkasa dan apa yang terjadi di dalamnya dan untuk penafsiran dan penggambaran pada ruang berdimensi tinggi yang saya hanya bisa membayangkan dari rumus klasifikasi bernama Support Vector Machine. Jikalau saja Nolan sedikit tidak mempercepat cerita di awal saya akan lebih menyukai film ini. Tapi terlepas dari itu, durasi hampir 3 jam sama sekali tidak membuat saya bosan. Film ini adalah film yang berat, jika Anda tidak terbiasa menonton film seperti ini dan hanya mau ikut-ikutan trend saja, lebih baik tunggu sampai versi BluRay-nya keluar. Jika tidak, mungkin Anda akan sibuk dengan smartphone Anda seperti orang yang saya timpuk pakai napkin ketika layar smartphone-nya terus menyala sepanjang film.
Komentar
Posting Komentar